Penyebab Koneksi Internet di Indonesia Melambat

Data dari lembaga riset Akamai menyebutkan kecepatan koneksi internet rata-rata di Indonesia sekitar 772 kbps sedangkan Malaysia 1.7 Mbps, Thailand 3 Mbps, Vietnam 1.5 Mbps, Kamboja 1.2 Mbps dan Laos 956 Kbps.


enapa internet di Indonesia lambat (dan mahal)?

Dikutip dari gadgetgaul.com, Inilah kesimpulan yang jadi penyebab lambat dan mahalnya koneksi internet di Indonesia. Yakni:

Kondisi geografis yang sangat luas dan medan yang beraneka-ragam
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri lebih dari 13 ribu pulau yang terbentang dalam luas lebih dari 1.9 juta km2. Ditambah dengan medan yang berbukit dan berlembah tentu menjadi tantangan tersendiri dalam membangun infrastruktur internet baik kabel maupun nirkabel.

Tingginya angka pengguna internet
Pada Desember 2011, pengguna internet Indonesia tercatat mencapai 55 juta jiwa atau 22.4% dari total populasi orang Indonesia. Dengan angka ini, Indonesia mencatatkan diri sebagai negara dengan jumlah pengguna internet no. 8 terbanyak di dunia dan terbanyak ke-4 di Asia setelah Tiongkok, India dan Jepang. Semakin banyak jumlah pengguna internet yang harus dilayani tentu membuat rata-rata kecepatan internet semakin turun.

Perang promosi operator penyedia koneksi internet
Perang promosi yang terjadi pada operator penyedia koneksi internet akhir-akhir ini memang membuat harga koneksi internet terasa lebih murah bagi konsumen namun dengan itu semakin turun pula kualitas koneksi internetnya baik dari segi kecepatan maupun kestabilan koneksi yang pada akhirnya tidak jadi lebih murah dari sebelumnya.

Regulasi pemerintah yang kurang efisien
Hal ini lebih banyak dirasakan oleh rekan-rekan operator penyedia layanan internet seluler seperti kewajiban membayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) ke pemerintah yang dirasa oleh operator terlalu tinggi sehingga membuat hitung-hitungan bisnis balik modal (ROI) dari investasi suatu teknologi misal 3G jadi lebih lambat. Jika investasi operator tersebut belum balik modal (ROI) tentu mereka akan menunda investasi teknologi berikutnya misal LTE / 4G.

Saat ini Indonesia memiliki 9 operator seluler dan itu terlalu banyak. Di berbagai negara maju, jumlah operator seluler dibatasi pemerintahnya tidak pernah lebih dari 5 perusahaan. Setiap operator akan mendapatkan spektrum jaringan yang kecil karena harus berbagi dengan operator lain. Hal ini menyebabkan rendahnya kualitas jaringan seluler Indonesia.


Sumber : http://www.infokonyol.com/2012/08/penyebab-koneksi-internet-di-indonesia.html#ixzz27pdsGe7R

Teknologi Konvensional


Teknologi Konvensional

   Teknologi konvensional adalah terminologi yang cukup aneh, ketika kita tahu bahwa teknologi adalah suatu kata yang identik dengan zaman millenium atau abad ke 20. Kata konvensional ini pula merupakan suatu hal yang berkaitan dengan cara-cara lama, sehingga sering diasosiasikan dengan pengertian kolot. Berbagai macam teknologi konvensional sering kita lihat pada tataran masyarakat pedalaman dan masyarakat asli suatu daerah, tentu saja dalam pengertian ini, pemanfaatan teknologi semacam ini dikatakan kurang efektif dan efisien dalam melakukan eksplorasi dan pencarian SDA untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Beberapa dari kita menyadari bahwa ketika teknologi yang dikatakan konvensional ini dijadikan mata rantai kehidupan, akan menghambat proses percepatan pembangunan suatu daerah atau Negara—hal ini konsekuen dengan cara-cara masyarakat yang lebih mengutamakan kerja keras fisik dibanding dengan kerja mesin. Yang menarik dari pelaksanaan teknologi ini adalah minimnya efek atau dampak lingkungan yang ditimbulkan, karena dilakukan atas dasar pengertian yang turun temurun dari nenek moyang—sedang teknologi itu sendiri menuntut adanya pemahaman yang kompleks terhadap penggunaan dan perawatan dari teknologi itu sendiri.
   Argumentasi terhadap kurang efektif dan efisiensi teknologi konvensional di banding dengan teknologi kontemporer yang sedang menjamur saat ini, seharusnya menjadi pembahasan ulang akibat banyaknya fakta-fakta negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan teknologi kontemporer dibanding dengan teknologi konvensional. Teknologi konvensional yang banyak kita tahu adalah teknologi-teknologi yang memanfaatkan barang dan peralatan sederhana, dan biasanya dilakukan oleh orang-orang yang notabenenya merupakan orang yang kurang mendapatkan pendidikan, sehingga diremehkan dan dipandang sebelah mata.
   Kebanyakan dari kita menilai bahwa langkah yang harus dilakukan adalah menciptakan teknologi-teknologi baru yang lebih efisien dan efektif, bukan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan atas pengguna teknologi konvensional tersebut, sehingga implikasi yang timbul adalah terciptanya teknologi baru tanpa awak. Hal ini harus menjadi cacatan penting sebagai landasan dalam penggunaan teknologi, karena tuntutan teknologi menitik beratkan pemahaman pada penggunaannya agar mengutamakan kepentingan masyarakat dan kelestarian lingkungan—hal inilah yang membuat teknologi baru menjadi tools yang malah menjadi perusak lingkungan. Sadar ataupun tidak ketika suatu tempat dimanfaatkan sebagai wadah aplikasi suatu teknologi, sedang yang menggunakan teknologi tersebut bukan orang-orang yang mengetahui daerah tersebut, akan mengalami distorsi dalam pelaksaannya yang berakibat kerugian pada dua sisi, manusia dan lingkungan.
   Dari hal tersebut, kita dapat mengetahui bahwa yang terpenting bukanlah teknologi canggih dan yang perlu dihadirkan—ini lebih pada pendidikan pada suatu masyarakat yang notabenenya mengerti terhadap suatu derah tempat aplikasi dari teknologi tersebut dan usaha melakukan inovasi terhadap teknologi konvensional menjadi teknologi yang lebih efisien dan efektif—sadar, siapa pengguna teknologi dan teknologi yang sesuai dengan karakter suatu tempat.